Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kedai Kopi Di Antara Lapak Sayur dan Ikan Asin

www.habib.web.id - Kedai Kopi Di Antara Lapak Sayur dan Ikan Asin

Menikmati kopi dengan standar penyajian yang prima, pada galibnya kita akan menemukannya pada sebuah kafe. Tapi kemarin, di Pasar Kliwon Temanggung, di dalam los pasar tradisional, di antara lapak sayuran dan ikan asin, saya mendapati bar sederhana dengan deretan stoples kaca berisi bijian kopi, lengkap dengan pelbagai peranti untuk memroses penyajiannya.

Adalah Lawoek Coffee, kedai kopi unik yang letaknya tidak seperti sebagaimana lumrahnya kedai kopi -yang menyajikan kopi dengan serius-. Saya menemukannya secara tidak sengaja ketika saya dan Mbak Dian iseng masuk di pasar tradisional di Temanggung ini.

Kemarin siang, saya dan Mbak Dian memang niat ingin jalan-jalan. Asal jalan-jalan. Kami belum memutuskan tujuan jalan-jalan kami. Destinasi ke Temanggung baru kepikiran sesaat setelah kami motoran.

Berangkat dari rumah, kami menuju Sumowono. Tiba di Sumowono, Mbak Dian sempat ingin merevisi tujuan kami menjadi ke Gedong Songo saja. Namun dengan beberapa pertimbangan, kami memutuskan untuk setia pada rencana semula.

Rute dari Sumowono ke Temanggung bagi kami adalah rute relaksasi. Sepanjang perjalanan yang cenderung lengang itu, ngarai dan bebukitan menjadi pemandangan yang menyejukkan mata. Lebih-lebih hawa khas pegunungan yang adem, menambah suasana perjalanan kami menjadi semakin teduh dan kalem.

Perjalanan seenak itu, lama-lama malah menerbitkan rasa kantuk. Sebelum hal-hal merepotkan terjadi lantaran berkendara dalam kondisi ngantuk, kami memutuskan untuk menepi dan beristirahat. Penawar rasa kantuk yang selama ini masih cukup manjur bagi saya adalah kopi. Saya ingin istirahat sekaligus ngopi. Namun, titik terdekat yang memungkinkan kami bisa ngopi hanya menyediakan kopi sachet pabrikan dengan merk-merk terkenal. Nuwun sewu, maaf, bukan saya sok tidak doyan kopi begituan. Saya sudah lama hanya mengkonsumsi kopi asli produksi petani-petani lokal. Perut saya sering intoleran terhadap "kopi" pabrikan merk terkenal. Lagipula sebagai warga Kecamatan Jambu, kami sudah dibaiat oleh Pak Camat, sudah berdeklarasi untuk mencintai produk petani lokal dengan minum kopi buatannya. Lha wong tempat tinggal saya ini adalah daerah yang menghasilkan salah satu kopi terbaik di dunia, lumbungnya kopi enak, kok malah minum "kopi" sachet. Karena alasan inilah akhirnya saya mengurungkan niat untuk ngopi di tempat kami istirahat.

Ketika kami melanjutkan perjalanan, sebetulnya rasa ngantuk itu sudah ilang. Tapi saya kepalang mau ngopi. Maka begitu kami sampai Temanggung, titik pertama yang ingin kami singgahi jelas kedai kopi.

Berhubung jalan-jalan kami ini cumalah jalan-jalan asal. Sesampai Temanggung, alih-alih langsung singgah di kedai kopi sesuai yang barusan kami rencanakan, kami malah tergoda untuk iseng mampir di pasar tradisionalnya. Alasan saya sederhana; saya beberapa kali lewat depan pasar ini tapi belum sekalipun menjelajah di dalamnya. Ndilalah kok ya Mbak Dian setuju.

Di titik inilah, tujuan yang sebenarnya mengingkari niat kami untuk lekas mencari kedai kopi, saya justru menemukan tempat ngopi yang menyuguhkan sensasi yang baru kali pertama saya rasakan.

Ketika kami berjalan menyusuri lorong-lorong pasar, ada pemandangan yang mencolok mata. Saya mendapati sebuah kedai kopi persis di tengah pasar itu. Di antara pelapak sayur dan ikan asin. Ya! Lengkap dengan meja bar, deretan setoples kaca berisi roastingan biji kopi, grinder, ketel, dan seperangkat alat ngopi lainnya. Rupanya takdir kami saat itu memang harus segera ngopi.

Kedai Kopi di depan lapak ikan asin

 Kendatipun tatanan bar itu boleh dikatakan sederhana, namun tidak mengurangi baristanya untuk memroses dan menyajikan kopinya dengan serius. Saya memesan jenis kopi robusta. Untuk penyajiaanya, saya memilih kopi tubruk.

Menurut Mbak Iis, barista yang sekaligus pemilik kedai kopi itu, kopi yang disajikan di Lawoek Coffee ini adalah kopi lokal asli Temanggung, yang dipanen dari kebun di lereng Gunung Sindoro. Kopi yang disajikan di kedainya ini merupakan hasil roastingannya sendiri.

Sudah dua tahun Mbak Iis membuka kedai ini di dalam pasar. Sejak masih sekolah, Mbak Iis sudah akrab dengan lingkungan pasar tradisional. Ia kerap membantu orang tuanya yang berjualan di Pasar Kliwon ini. Maka ketika ia mulai mengenal dunia kopi, ia lantas mewujudkan idenya membuka kedai kopi di dalam pasar yang sama dimana ia dulu sering membantu ibunya berjualan.

Mbak Iis sedang menyeduh kopi


Lawoek Coffee ini setiap hari buka mulai pukul 07.00 pagi hingga pukul 17.00 sore. Kedai ini selain menyediakan kopi untuk diseduh di tempat, juga menyediakan kopi bijian dan kopi bubuk dalam kemasan.

Selain biji kopi Robusta dan Arabika, kedai ini juga menyediakan kopi Luwak. Varian kopi berdasar proses roastingnya pun beragam. Mulai dari medium, medium light, medium light to dark, hingga dark.

Lawoek Coffee letaknya memang berada di dalam pasar tradisional. Bercampur dengan pedagang-pedagang yang juga tradisional. Jika Anda memburu eksklusifitas dan kemewahan dalam menikmati secangkir kopi, rasa itu mungkin sukar tergapai di kedai ini. Sebagai gantinya, Anda akan menemukan suasana yang kendati berisik namun sumanak. Sambil bercengkrama dengan ekosistem dalam pasar. Berbincang dengan pedagang-pembeli dengan dialektikanya yang sangat bersahaja. Kesemuanya itu secara tidak langsung membuat saya merasa bahwa bahagia itu sungguh sederhana.

Secangkir Kopi Siap Dinikmati

Bagaimanapun ngopi di Indonesia bukan sekedar peristiwa kuliner, ia adalah peristiwa kebudayaan yang selalu berkelindan dengan banyak hal lain di luar kopi itu sendiri.

Dan begitulah perjalanan kami hari itu. Saya merasa berhasil menikmati banyak hal yang saya dapati.

Bergambar di depan kedai bersama Mbak Iis



Kopi Lawoek kemasan

4 komentar untuk "Kedai Kopi Di Antara Lapak Sayur dan Ikan Asin"